maya indpus
Selasa, 04 Juni 2013
Jumat, 24 Mei 2013
RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa
CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru adalah 30 kompresi pada jantung
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut ??4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.(WAKTU KRITIS)
Apa yang mesti dilakukan saat menemukan korban henti jantung /serangan jantung mendadak ??
1. Lihat sekitar korban ada bahaya, singkirkan dan bawa korban ke tempat yang tenang
2. Periksa apakah korban atau pasien sadar : dengan panggil pasien misalnya : “Pak bangun pak ??? Baik-baik sajakah ??? sambil sentuh pundak/bahu pasien kalau dia tidak sadar. Kalau yakin pasien mengalami penurunan kesadaran, terus ke 3.
3. Minta bantuan teman atau telepon no darurat 118/112 (di Indonesia banyak banget), kalau Kuwait cukup 777 (pasti ambulance, polisi dan pemadam kebakaran akan datang kompak), atau di Negara lain Amerika Serikat misalnya 911.
Indonesia :
Nomor darurat telpon selular dan satelit : 112
Ambulans : 118 dan 119.
Badan Search and Rescue Nasional : 115.
Polisi 110
Posko bencana alam : 129.
Pemadam Kebakaran : 113 atau 1131.
Keracunan : (021) 4250767 atau (021) 4227875.
Pencegahan bunuh diri : (021)7256526, (021) 7257826, (021) 7221810.
Lantas kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai model jaw trust. Dan buka jalan napas
Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.
Setelah itu C – CIRCULATION ???
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Di Inggris sendiri setelah 30 kompresi tidak dilakukan ventilasi (2 bantuan napas mulut – mulut), sedang di AS tetap , 30 kompresi : 2 Ventilasi.
Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Kenapa meningkatkan Kompresi Dada menjadi 30 x persiklus ???
• Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silence
• Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi /aspirasi
• Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut ??4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.(WAKTU KRITIS)
Apa yang mesti dilakukan saat menemukan korban henti jantung /serangan jantung mendadak ??
1. Lihat sekitar korban ada bahaya, singkirkan dan bawa korban ke tempat yang tenang
2. Periksa apakah korban atau pasien sadar : dengan panggil pasien misalnya : “Pak bangun pak ??? Baik-baik sajakah ??? sambil sentuh pundak/bahu pasien kalau dia tidak sadar. Kalau yakin pasien mengalami penurunan kesadaran, terus ke 3.
3. Minta bantuan teman atau telepon no darurat 118/112 (di Indonesia banyak banget), kalau Kuwait cukup 777 (pasti ambulance, polisi dan pemadam kebakaran akan datang kompak), atau di Negara lain Amerika Serikat misalnya 911.
Indonesia :
Nomor darurat telpon selular dan satelit : 112
Ambulans : 118 dan 119.
Badan Search and Rescue Nasional : 115.
Polisi 110
Posko bencana alam : 129.
Pemadam Kebakaran : 113 atau 1131.
Keracunan : (021) 4250767 atau (021) 4227875.
Pencegahan bunuh diri : (021)7256526, (021) 7257826, (021) 7221810.
Lantas kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai model jaw trust. Dan buka jalan napas
Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.
Setelah itu C – CIRCULATION ???
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Di Inggris sendiri setelah 30 kompresi tidak dilakukan ventilasi (2 bantuan napas mulut – mulut), sedang di AS tetap , 30 kompresi : 2 Ventilasi.
Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Kenapa meningkatkan Kompresi Dada menjadi 30 x persiklus ???
• Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silence
• Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi /aspirasi
• Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas
Kamis, 23 Mei 2013
makalah PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah
sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan
tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan
pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi,
beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan
petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan
untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien
secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan
pertama kali.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep
Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan
fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan
respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan
fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun
teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran
dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu
gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan
kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal
atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop,
speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan
tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997)
Palpasi
adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan
jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur,
keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di
deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau
massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi,
dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi
adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan
suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi
jaringan. Dewi Sartika, 2010)
4.
Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising
usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam
melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan,
yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol
infeksi
Meliputi
mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol
lingkungan
Yaitu
memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1. Komunikasi
(penjelasan prosedur)
2. Privacy dan
kenyamanan klien
3. Sistematis
dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4. Berada di
sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
2.2. Tujuan
Pemeriksaan Fisik
Secara umum,
pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
- Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
- Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
- Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
- Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
- Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun
demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di
jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
2.3. Manfaat
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun
bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
- Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
- Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
- Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
- Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
2.4.
Indikasi
Mutlak
dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
- klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
- Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
- Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
2.5.
Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapan
a.
Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih (
jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat
diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien
mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
A) Prosedur
Pemeriksaan
- Cuci tangan
- Jelaskan prosedur
- Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
- Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien
: duduk/berbaring
Cara :
inspeksi
- Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
- Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
- Jenis kelamin
- Usia dan Gender
- Tahapan perkembangan
- TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
- Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
- Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
- Postur dan cara berjalan
- Bentuk dan ukuran tubuh
- Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
- Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
- Dokumentasikan hasil pemeriksaan
B) Pengukuran
tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)
Posisi klien
: duduk/ berbaring
- Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
- Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
- Nadi
a)
Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6
b)
Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan=
0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+:
Denyutan
mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
a)
Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 Bradipnea
b)
Keteraturan= Normal : teratur
c)
Kedalaman: dalam/dangkal
d)
Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat
dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat.
C) Pemeriksaan
kulit dan kuku
Tujuan
1) Mengetahui kondisi kulit dan kuku
2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi,
kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan
1) Posisi klien: duduk/ berbaring
2) Pencahayaan yang cukup/lampu
3) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)
Prosedur
Pelaksanaan
a.
Pemeriksaan kulit\
·
Inspeksi : kebersihan, warna,
pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal:
kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
·
Palpasi :
kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit,
dan edema.
Normal: lembab,
turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah
diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
b.
Pemeriksaan kuku
·
Inspeksi :
kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal:
bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
·
Palpasi : ketebalan
kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal:
aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah
diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
c.
Pemeriksaan
kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien
D) Pemeriksaan
kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan
alat
a) Lampu
b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur
Pelaksanaan
·
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk,
kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala,
warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal:
simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
gizi(rambut jagung dan kering)
·
Palpasi : adanya
pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
·
Normal:
tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah
diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
2.
Pemeriksaan
wajah
·
Inspeksi : warna
kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal:
warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
·
Palpasi : nyeri
tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
·
Normal:
tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah
diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
3.
Pemeriksaan
mata
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan
alat
a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan
Prosedur
Pelaksanaan
·
Inspeksi:
bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola
mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata /
lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal:
simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera
berwarna putih.
Tes
Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam
penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus
tersebut dibagi dua yaitu:
1).
Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat.
a. visus
centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang
letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM.
Sutrisna, dkk, hal 21).
b. virus
centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda
dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus
akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk,
hal 21).
2).
Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari
samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan
grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika
hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan
normal dan jika Visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang
Penyebab penurunan tajam peglihatan seseorang bermacam macam, salah satunya
adalah refraksi anomaly/kelainan pembiasan.
prosedur
pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:
- Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
- Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
- Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
- Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
- Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
- Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
- Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
- Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
- Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
- Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter.
Pemeriksaan
Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan
pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka
Mata
Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria
berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan
posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata
yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk
menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria,
otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga
rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat
otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban
bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau
Asthenopia.
Dasar
pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
- Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
- Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.
Alat/sarana
yang dipakai:
- Titik/lampu untuk fiksasi
- Jarak pemeriksaan :
- Jauh : 20 feet (6 Meter)
- Dekat : 14 Inch (35 Cm)
- Penutup/Occluder
Prosedur
Pemeriksaan :
- Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
- Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di deteksi dengan jelas.
- Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar D)
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E)
- Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar F)
- Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).
Setelah
diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
4. Pemeriksaan
telinga
Tujuan
Mengetahui
keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan
Alat
a) Arloji berjarum detik
b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala
Prosedur
Pelaksanaan
·
Inspeksi
: bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna,
liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal:
bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan
kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
·
Palpasi : nyeri
tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal:
tidak ada nyeri tekan.
setelah
diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Pemeriksaaan
Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a. Pemeriksaan
Rinne
1. Pegang agrpu
tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang
berlawanan.
2. Letakkan
tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3. Anjurkan
klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
4. Angkat garpu
tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan
posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5. Instruksikan
klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
6. Catat hasil
pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan
Webber
1. Pegang garpu
tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.
2. Letakkan
tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3. Tanyakan
pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih
jelas pada salah satu telinga.
4. Catat hasil
pemeriksaan dengan pendengaran tersebut
5
Pemeriksan
hidung dan sinus
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya
inflamasi atau infeksi
Persiapan
Alat
a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur
Pelaksanaan
·
Inspeksi :
hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi,
sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2
infeksi)
Normal:
simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
·
Palpasi
dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan
septum deviasi)
Normal:
tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
setelah
diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
6
Pemeriksaan
mulut dan bibir
Tujuan
Mengetahui
bentuk kelainan mulut
Persiapan
Alat
a) Senter kecil
b) Sudip lidah
c) Sarung tangan bersih
d) Kasa
Prosedur
Pelaksanaan
·
Inspeksi dan
palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan
stomatitis.
Normal:
warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
·
Inspeksi
dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi
palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan
langit2.
·
Normal:gigi
lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak
ada tanda infeksi.
Gigi lengkap
pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas
dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia
enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi
lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas
tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan
berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi
berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan
berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30
bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)
setelah
diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
7
Pemeriksaan
leher
Tujuan
a) Menentukan struktur integritas leher
b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c) Memeriksa system limfatik
Persiapan
Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
·
Inspeksi
leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal:
warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjer gondok.
·
Inspeksi dan
auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal:arteri
karotis terdengar.
·
Inspeksi dan
palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri,
pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal:
tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kel.limfe, tidak ada nyeri.
·
Auskultasi :
bising
pembuluh darah.
Setelah
diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
8
Pemeriksaan
dada( dada dan punggung)
Posisi
klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:
A) System pernafasan
Tujuan :
a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan
kulit, dan dinding dada
b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa,
peradangan, traktil premitus
Persiapan
alat
a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada
Prosedur
pelaksanaan
·
Inspeksi :
kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan),
warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
·
Normal:
simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan,
warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
·
Palpasi: Simetris,
pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat
berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka
“tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak
tangan pada punggung pasien.)
Normal:
integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
·
Perkusi: paru,
eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal:
resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
·
Auskultasi: suara
nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di
lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal:
bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah
diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
B) System
kardiovaskuler
Tujuan
a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan
alat
a) Stetoskop
b) Senter kecil
Prosedur
pelaksanaan
·
Inspeksi : Muka bibir,
konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
·
Palpasi: denyutan
Normal untuk
inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
·
Perkusi: ukuran,
bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari
atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal:
batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna,
pada RIC 4,5,dan 8.
·
Auskultasi: bunyi
jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
·
Normal:
terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada
bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah
diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
9
Dada dan
aksila
Tujuan
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam
jaringan payudara
b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan
alat
a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur
pelaksanaan
- Inspeksi payudara: Integritas kulit
- Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
- Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
Setelah
diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
10 Pemeriksaan
Abdomen (Perut)
Posisi
klien: Berbaring
Tujuan
a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam
rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan
a) Posisi klien: Berbaring
b) Stetoskop
c) Penggaris kecil
d) Pensil gambar
e) Bntal kecil
f) Pita pengukur
Prosedur
pelaksanaan
- Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal:
simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
- Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal:
suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri
renalis, arteri iliaka dan aorta.
- Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
- Perkusi hepar: Batas
- Perkusi Limfa: ukuran dan batas
- Perkusi ginjal: nyeri
- Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =hipertimpani
- Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
- Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan
- Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
11
Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
- Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
- Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.
Alat :
- Meteran
Posisi
klien: Berdiri. duduk
- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
- Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal:
teraba jelas
Tes reflex :tendon
trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal:
reflek bisep dan trisep positif
Setelah
diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
12 Pemeriksaan
ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak
kaki)
- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris
kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
- Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal:
teraba jelas
- Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal:
reflex patella dan archiles positif
- Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
13
Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien
: Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:
- Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
- Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
- Melakukan perawatan genetalia
- Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Alat :
- Lampu yang dapat diatur pencahayaannya
- Sarung tangan
Pemeriksaan
rectum
Tujuan :
- Mengetahui kondisi anus dan rectum
- Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
- Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
- Memeriksa kangker rectal dll
Alat :
- Sarung tangan sekali pakai
- Zat pelumas
- Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur
Pelaksanaan
- Wanita:
·
Inspeksi
genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris,
edema, pengeluaran.
·
Normal:
bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan
tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
·
Inspeksi
vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
·
Palpasi
vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
·
Pemeriksaan
anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani
pengeluaran dan perdarahan.
·
Normal:
tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
·
Setelah
diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
2. Pria:
·
Inspeksi dan
palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
·
Normal:
integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran
pus atau darah
·
Inspeksi dan
palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes
dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
·
Pemeriksaan
anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani,
pengeluaran dan perdarahan.
·
Normal:
tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
·
Setelah
diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
2.6. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan
untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah
asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui
pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil
asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi
ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.
2.7.
Dokumentasi
Perawat
dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau
pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus
yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua
hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya
perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari
pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di
dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan.
Format
SOAPIE, terdiri dari:
- Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
- Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi oleh perawat.
- Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien
- Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
- Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana
- Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan
fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke
tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang
di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini
sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam
keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan
fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses
keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
3.2.
Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus
dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang
benar.
DAFTAR PUSTAKA
- Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/( online)
diakses 17 September 2010.
- Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
- Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Jakarta. EGC
- Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC
- Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal 18
September 2010
- Dealey, Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell
Publishing.
- Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.
Langganan:
Postingan (Atom)